PenulisAina Mulyana. sastra. TANAH AIR MATA. Karya : Sutardji Calzoum Bachri. Tanah airmata tanah tumpah darahku. Mata air air mata kami. Airmata tanah air kami. Disinilah kami berdiri. Menyanyikan airmata kami.
Walau Walau penyair besar takkan sampai sebatas allah dulu pernah kuminta tuhan dalam diri sekarang tak kalau mati mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat jiwa membumbung dalam baris sajak tujuh puncak membilang-bilang nyeri hari mengucap-ucap di butir pasir kutulis rindu rindu walau huruf habislah sudah alif bataku belum sebatas allah Jembatan Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna. Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota. Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan. Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai plaza. Wajah yang diam-diam menjerit mengucap tanah air kita satu bangsa kita satu bahasa kita satu bendera kita satu! Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan-jalan mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang di antara kita? Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot linu mengerang mereka pancangkan koyak-moyak bendera hati dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu mengucapkan kibarnya. Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami. Kucing Ngiau! Kucing dalam darah dia menderas lewat dia mengalir ngilu ngiau dia bergegas lewat dalam aortaku dalam rimba darahku dia besar dia bukan harimau bukan singa bukan hiena bukan leopar dia macam kucing bukan kucing tapi kucing ngiau dia lapar dia merambah rimba afrikaku dengan cakarnya dengan amuknya dia meraung dia mengerang jangan beri daging dia tak mau daging Jesus jangan beri roti dia tak mau roti ngiau kucing meronta dalam darahku meraung merambah barah darahku dia lapar 0 alangkah lapar ngiau berapa juta hari dia tak makan berapa ribu waktu dia tak kenyang berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia mencari mencakar menunggu tuhan mencipta kucingku tanpa mauku dan sekarang dia meraung mencariMu dia lapar jangan beri daging jangan beri nasi tuhan menciptanya tanpa setahuku dan kini dia minta tuhan sejemput saja untuk tenang sehari untuk kenyang sewaktu untuk tenang.. Memahami Puisi, 1995 Daging daging coba bilang bagaimana arwah masuk badan bagaimana tuhan dalam denyutmu jangan diam nanti aku marah kalau kulahap kau aku enak sekejap aku sedih kau jadi taik daging kau kawan di bumi di tanah di resah di babi babi daging ging ging kugali gali kau buat kubur dari hari ke hari La Noche De Las Palabras El Diario de Modellin Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia kami mengepung bulan dan mereka yang mendengarkan puisi kami mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka berkomplot dengan anggur daun cerbeza bersekongkol dengan gadisgadis memancing bulan dengan keluasan dada Musim panas Menjulang di Medelin menampilkan sutera di keharibaan malam cuaca ratusan para lilin menyandar di pundak malam mengucap menyebutnyebut cahaya sambil mencoba memahami takdir di wajah-wajah usia kami para penyair meneruskan zikir kami -palabras palabras palabras palabras – –kata kata kata kata – semakin kental mengucap cahaya pun memadat sampai kami bisa buat sesuka kami atas padat cahaya lantas bulan kesurupan kesadaran kami meninggi bulan turun pada kami dan kami mengatasi bulan sampailah kami pada kerajaan kata-kata jika kami membilang ayah ia juga ayah kata-kata jika kami menyebut hari juga harinya kata-kata jika kami mengucap diri pastilah juga diri kata kata Di cafe jalanan Medellin purnama jatuh kata-kata menjadi kami kami menjadi kata kata Tapi aku bawakan bunga padamu tapi kau bilang masih aku bawakan resahku padamu tapi kau bilang hanya aku bawakan darahku padamu tapi kau bilang cuma aku bawakan mimpiku padamu tapi kau bilang meski aku bawakan dukaku padamu tapi kau bilang tapi aku bawakan mayatku padamu tapi kau bilang hampir aku bawakan arwahku padamu tapi kau bilang kalau tanpa apa aku datang padamu wah ! ————— Sutardji Calzoum Bachri adalah pujangga Indonesia terkemuka, ia dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1966 – 1970-an. Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, pada 24 Juni 1941. Ia adalah anak kelima dari sepuluh orang bersaudara. Pada tahun 1982, ia menikah dengan seorang gadis pilihannya bernama Maryam Linda. Sutardji Calzoum Bachri memulai pendidikan dasarnya di SD, SMP, SMA dan kemudian melanjutkan ke Fakultas Sosial Politik Sospol, Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran Bandung, namun tidak selesai. Selain menempuh jalur pendidikan formal, Sutardji juga telah mengikuti berbagai program pendidikan non-formal seperti peserta Poetry Reading International di Rotterdam tahun 1974 dan mengikuti International Writing Program di IOWA City Amerika Serikat selama satu tahun tahun 1975. Ia juga pernah mengikuti penataran P4 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta tahun 1984, dan lulus sebagai peringkat pertama dalam 10 terbaik. Baca Puisi-puisi Karya Rudi Santoso *** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email [email protected] [redaksi]
Luka ha ha. 1976. Puisi "luka" ditulis dengan memanfaatkan unsur bunyi vokal "u" dan "a". Bunyi-bunyian ini diharapkan mampu memberikan sugesti tersendiri pada puisi ini. vokal "u" hanya ditulis sebagai awal—pembuka saja. Kemudian dilanjutkan dengan bunyi vokal "a" yang berkelanjutan—sampai selesai.
uisi"Cermin" karya Sutardji Calzoum Bachri merupakan puisi berdimensi sufistik. Puisi sufistik yang mengungkap dan menggambarkan tentang perenungan diri terhadap eksistensi diri dengan Tuhannya. Sebuahpuisi kubiarkan terbengkalai di layar kaca, aku mencari tanda tanya untuk koruptor di luar penjara. Ada yang ingin kukatakan dari yang lama kurasakan Puisi: Tanah Air Mata (Karya Sutardji Calzoum Bachri) Puisi: Suara Malam (Karya Chairil Anwar) Puisi: Bunga Gugur (Karya W.S. Rendra) LITERASI Jurnal Ilmiah Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Vol.11, No.1, Januari 2021 e-ISSN 2549-2594 43 KETIDAKADILAN DALAM PUISI "TANAH AIR MATA" KARYA SUTARDJI CALZOUM BAHRI Yuni Susilowati1 dan Hidayah Budi Qur'ani2 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Padabait akhir puisi penyair mempertegas kembali kondisi para penjahat yang sudah terdesak, bisa jadi secara fisik atau psikis, digambarkan dengan imaji visual IMAJI DALAM PUISI TANAH AIR MATA KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI Bagikan tautan ini dengan seorang teman. Copied! N/A N/A Admin. Tahun akademik: 2023. Info Diksidalam puisi Puisi kontemporer karya sutardji calzoum bachri. Blog yang Saya Ikuti. Nias Selatan ku Support phoenixathanasia Buku Islam Kita wildan220688 Manik2 Buat Maryati Tumpahan Kalimat anahreg aki itawsaras Little L Kesaksian Si Djum, menulis di atas toilet Yaseumin's Blog MY H A R M O N Y SudutBumi Azrie08 secaragaris besar tema dalam puisi Tanah Air Mata-Sutardji Calzoum Bachri adalah kesedihan. Yang menceritakan penderitaan masyarakan akibat dari pemerintah yang tidak memperdulikan rakyat miskin. Pemerintah dapat hidup enak menikmati fasilitas yang ada, sedangkan rakyat jelata hanya bisa menyimpan penderitaanya. wBsaRzH.
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/159
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/323
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/21
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/154
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/145
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/364
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/298
  • 7p6x1rvrst.pages.dev/424
  • puisi tanah airmata karya sutardji calzoum bachri